Senin, 12 Januari 2009

Makanan Tradisional

SSSttt..........Di FJB Makanan-makanan Langka itu Ada

Kupang lontong, pecel semanggi dan kikil sapi, adalah 3 menu khas Surabaya favorit saya yang tersaji di satu lokasi. Dimana ??? ya, FJB lah tempatnya.

Inilah makanan tradisional yang menjadi icon kota buaya. Kendatipun khas jangan harap mudah untuk menemukan penjualnya. Di kota tersibuk setelah Jakarta ini, tak banyak yang mendagangkannya. Keberadaan pedagang makanan tersebut seolah kalah pamor dengan penjual bebek goreng/bakar yang bertebaran di tiap sudut kota.( maaf....maaf nie, bukan karena saya tak suka menu bebek loh).




Kupang lontong
Hmm....mendengar namanya saja, selera makan saya langsung menggelegak. Hidangan sepinggan dengan bahan utama kupang dan cara menghidangkannya unik.

Saat kupang lontong dipesan, penjualnya akan meletakkan seujung sendok petis kupang, bawang putih mentah dan cabai rawit, jumlahnya optional (sesuai selera pedas si pemesan). Bumbu-bumbu itu lalu diulek halus dan ditambah beberapa tetes air jeruk nipis.Lalu kuah bening beserta kupangnya diguyurkan di atas bumbu tadi. Nyam.....nyam dimakan selagi panas dengan pelengkap lontong dan tak ketinggalan sate kerang. Beberapa ada yang suka ditambah dengan lento (gorengan terbuat dari singkong parut kasar dan kacang tolo).

Kupang dengan nama latin Mytilus edulis adalah sejenis tiram/kerang yang tiny, ukurannya tak lebih dari ¼ centimeter. Tidak semua kawasan pesisir pantai disinggahi molusca (hewan bertubuh lunak dan bercangkang) ini. Di Jawa Timur saja, yang terkenal dengan wilayah panturanya (pantai utara), kupang hanya hidup di pantai-pantai sekitar Pasuruan, Sidoarjo hingga pantai Kenjeran Surabaya. Karena itu pedagang kupang lontong bisa Anda jumpai di lokasi-lokasi tersebut.

Pecel Semanggi
Namanya boleh sama tapi dari penyajiannya jauh berbeda dengan pecel yang biasa kita santap. Makanan Suroboyo yang satu ini, bisa dikategorikan ke dalam makanan langka. Sepintas memang tak ada yang istimewa dari wujud pecel semanggi. Sensasi rasanya justru yang jadi pemikat lidah.


Pecel semanggi terdiri dari daun semanggi rebus dan taoge rebus yang tersaji dengan bumbu pecel terbuat dari campuran kacang tanah goreng, petis, gula merah, garam dan ketela rambat yang dihaluskan. Inilah yang membuat pecel semanggi berbeda dari yang lain.

Dan...voila, pecel semanggi sudah tersaji dalam sepincuk daun pisang. Aroma khas daun menambah lezat sajian ini......hm...sedaappp. Satu lagi yang khas dari ‘hidangan salad’ khas Suroboyo ini, yaitu pada cara makannya. Tak perlu sendok atau garpu. Cukup pakai kerupuk puli yang biasanya jadi teman makan pecel semanggi. Kok bisa? Ya, karena kerupuk puli yang terbuat dari campuran beras tumbuk dan bawang putih itu terhidang dalam ukuran yang tak biasa alias jumbo size, dengan ukuran sekitar 15x15 cm.

Di FJB kali ini seporsi pecel semanggi yang dijual oleh RM Kartika dipatok delapan ribu. Sedikit mahal dibandingkan hari-hari biasa. Buat saya sih.......reasonable, mengingat bahan bakunya sulit didapat dan tak banyak lagi yang mendagangkannya.


Apa sih, semanggi? Anda yang berasal dari luar Surabaya atau Jawa Timur pasti penasaran. Semanggi (Marsilea Crenata ) adalah sekelompok paku air karena itu banyak ditemukan di pematang sawah atau tepi saluran irigasi. Bentuk daunnya menyerupai payung. Tersusun dari empat anak daun yang saling berhadapan.
Orang Sumatera atau Melayu pada umumnya mengenal tumbuhan ini dengan nama Salatun. Sementara orang Sunda menamakannya antanan lembut. Dan Penduduk Jawa Timur dan Jawa Tengah menyebutnya dengan nama semanggi.
Di situs (www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/), menjelaskan kalau daun
semanggi
berkhasiat mencegah osteoporosis. Karena daunnya mengandung fitoestrogen.
Tak hanya itu semanggi juga mampu
mengobati
pilek, batuk, sariawan, kudis, eksim dan peluruh air seni
serta
mampu memperbanyak air susu ibu. Karena daun semanggi mengandung zat kimia, saponin, flavonowa dan polifenol.

Wow, saya tak pernah menyangka dalam sepincuk pecel semanggi yang saya lahap, bukan hanya kelezatan rasa yang saya dapatkan. Tetapi ada khasiat obat di dalam makanan warisan nenek moyang ini.

Kikil sapi
Lain kupang lontong, lain pula kikil sapi. Sama-sama pakai lontong, berkuah juga tapi punya citarasa yang jelas berbeda. Bahan utamanya kikil sapi dengan racikan bumbu pepek (bumbu lengkap, dalam istilah Jawa) seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, kemiri, lengkuas, kunyit, jahe, daun jeruk, serai, asam jawa, garam dan taburan daun bawang iris.

Kuahnya pekat berwarna kuning kemerahan, dimakan selagi hangat ditemani perasan jeruk nipis, kecap manis Bango dan sambal rawit...uhh pedas-pedas nikmat.
Kikil sapi yang biasanya alot (keras) sudah dimasak sedemikian rupa.
Dan hasilnya tak perlu ngotot untuk mengunyah karena kikilnya empuk dan kenyil-kenyil.

Kikilnya benar-benar asli dari bagian kaki sapi. Proses memasaknya, kaki sapi biasanya dibakar hingga bagian kulit bisa dikerok. Selain agar bersih, juga untuk menghilangkan bau amis khas kikil. Setelah itu kikil dicuci bersih lalu dipotong-potong. Proses selanjutnya adalah merebus kikil dengan bumbu. Agar kikil makin empuk dan bumbu meresap.

FJB perdana yang dihelat di Surabaya ini mengundang kikil sapi pak Said untuk ikut berpartisipasi. Klop lah, karena saya adalah pelanggan warung kikil yang terletak di wilayah Sepanjang-Sidoarjo tersebut. Pada FJB lalu, seporsi kikil sapi plus lontong harganya 12 ribu...hmm agak mahal, tapi sebanding kok dengan rasanya.

Dengan keunikan rasa dari 3 makanan tradisional itu, rasanya sungguh sayang bila warisan kuliner asli Suroboyo itu harus tergerus jaman. Apalagi dengan makin maraknya makanan-makanan cepat saji yang justru kian diminati.

Perlu komitmen bersama yang melibatkan banyak unsur, agar makanan tradisional yang jadi identitas kota Surabaya bisa tetap eksis, di tengah serbuan beragam makanan franchaise berjenis fast food, yang kian menjamur. Alangkah berkesannya jika setiap wisatawan yang mengunjungi kota pahlawan ini selalu rindu untuk kembali karena pusaka kuliner Surabaya begitu ngagenin (membuat kangen, red)

Two thumb up untuk kecap Bango yang terus konsisten dalam mengkampanyekan gerakan mencintai pusaka kuliner negeri ini. Gelaran FJB 2008 pada Sabtu (10/05) di Stadion Makodam V Brawijaya menjadi saksi. Bango berhasil menghadirkan 80 pusaka kuliner dalam satu tempat. Ini sekaligus bentuk dukungan Bango pada slogan
visit Indonesia Year 2008"

Tak hanya itu FJB juga membawa 8 duta Bango yang mengusung pusaka kuliner andalan daerahnya masing-masing. Seperti ketoprak Ciragil mewakili Jakarta sementara dari Bogor ada sangu tutug oncom saung kiray. Bandung menyajikan kupat tahu Gempol. Nasi jamblang mang Doel langsung diterbangkan dari Cirebon. Dari kota budaya, yogyakarta hadir gudeg RM adem ayem. Kota Malang memberikan kontribusinya dengan menyajikan nasi bug trunojoyo. Tengkleng ibu Edi asal Solo dan soto udang RM rinaldy khas Medan juga turut ambil bagian.
Ribuan pengunjung yang terdiri dari anak-anak, remaja, muda-mudi hingga orang dewasa tak hanya puas menikmati makanan tempo doeloe asal Surabaya saja. Saya dan mereka juga bisa mencicipi citarasa kuliner 8 kota lainnya.

Di FJB Surabaya itu, sejak pukul 11 siang hingga 10 malam saya dan pengunjung lainnya bisa menikmati banyak suguhan dari penyelenggara FJB. Seperti voucher makan gratis, live music, kesenian tradisional reog yang memukau dan tentu saja banyak pilihan makanan.


Pendek kata kehadiran FJB mampu menyemarakkan hari jadi kota Surabaya yang ke- 715 yang kebetulan jatuh di bulan Mei pula.

0 komentar:


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com. Supported by Insurance News. Powered by Blogger